Ayat
ini berbicara tentang Hukum Syafa'at
(Pertolongan/Perantaraan). Allah menjelaskan prinsip kausalitas
dalam interaksi sosial: siapa yang memfasilitasi kebaikan akan
mendapat bagian pahalanya, dan siapa yang memfasilitasi keburukan
akan memikul bagian dosanya.
🧐
Analisis
I'rāb (Gramatikal)
I.
Bagian Pertama: Syafa'at yang Baik
مَّن
يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُن
لَّهُ نَصِيبٌ مِّنْهَا
Kata
|
I'rāb
(Kedudukan Gramatikal)
|
Keterangan/Status
|
مَّن
(Man)
|
Ism
Syarṭ Jāzim
|
Mubtada' (Subjek).
Mabni sukun. Artinya: "Barangsiapa."
|
يَشْفَعْ
(Yasyfa')
|
Fi'l
Muḍāri'
|
Fi'l
Syarṭ (Kata Kerja Syarat). Majzūm dengan
tanda sukun. Fā'il-nya Huwa (kembali ke Man).
Artinya: "memberikan pertolongan/perantara."
|
شَفَاعَةً
(Syafā'atan)
|
Maf'ūl
Muṭlaq
|
Manṣūb.
Berfungsi sebagai penegas (tawkīd) jenis perbuatan.
Artinya: "suatu pertolongan."
|
حَسَنَةً
(Ḥasanatan)
|
Na'at (Sifat)
|
Manṣūb mengikuti Syafā'atan.
|
يَكُن
(Yakun)
|
Fi'l
Muḍāri' Nāqiṣ
|
Jawāb
Syarṭ. Majzūm dengan sukun. Berfungsi
merobah status mubtada-khabar.
|
لَّهُ
(Lahu)
|
Jārr
wa Majrūr
|
Terkait
dengan Khabar Yakun yang didahulukan
(Muqaddam). Takdirnya: Yakun Naṣībun
[Kā'inan/Ṡābitan] lahu...
|
نَصِيبٌ
(Naṣībun)
|
Ism
Yakun (Subjek Yakun)
|
Marfū' dengan
ḍammah. Diakhirkan (Mu'akhkhar) karena bentuknya
Nakirah dan Khabar-nya Jar-Majrur. Artinya: "bagian
(pahala)."
|
مِّنْهَا
(Minhā)
|
Jārr
wa Majrūr
|
Terkait
dengan Naṣībun atau sifatnya. "Dari
(hasil) syafa'at itu."
|
II.
Bagian Kedua: Syafa'at yang Buruk
وَمَن
يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُن
لَّهُ كِفْلٌ مِّنْهَا
Kata
|
I'rāb
(Kedudukan Gramatikal)
|
Keterangan/Status
|
وَمَن
(Wa
Man)
|
Wāw
'Aṭf + Ism Syarṭ
|
Struktur
sama dengan kalimat pertama.
|
يَشْفَعْ
(Yasyfa')
|
Fi'l
Muḍāri'
|
Fi'l
Syarṭ. Majzūm.
|
شَفَاعَةً
(Syafā'atan)
|
Maf'ūl
Muṭlaq
|
Manṣūb.
|
سَيِّئَةً
(Sayyi'atan)
|
Na'at (Sifat)
|
Manṣūb.
|
يَكُن
(Yakun)
|
Fi'l
Muḍāri' Nāqiṣ
|
Jawāb
Syarṭ. Majzūm.
|
لَّهُ
(Lahu)
|
Jārr
wa Majrūr
|
Khabar
Yakun Muqaddam.
|
كِفْلٌ
(Kiflun)
|
Ism
Yakun Mu'akhkhar
|
Marfū' dengan
ḍammah. Artinya: "bagian (tanggungan dosa/beban)."
|
مِّنْهَا
(Minhā)
|
Jārr
wa Majrūr
|
Terkait
dengan Kiflun.
|
III.
Bagian Ketiga: Kekuasaan Allah Menentukan Ukuran
وَكَانَ
اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُّقِيتًا
Kata
|
I'rāb
(Kedudukan Gramatikal)
|
Keterangan/Status
|
وَ
(Wa)
|
Wāw
Isti'nāfiyyah
|
Kalimat
penutup/baru.
|
كَانَ
(Kāna)
|
Fi'l
Māḍī Nāqiṣ
|
Menunjukkan
sifat Allah yang azali dan abadi.
|
اللَّهُ
(Allāhu)
|
Lafẓul
Jalālah
|
Ism
Kāna. Marfū'.
|
عَلَىٰ
كُلِّ ('Ala
Kulli)
|
Jārr
wa Majrūr
|
Terkait
dengan Muqītan.
|
شَيْءٍ
(Syai'in)
|
Muḍāf
Ilaih
|
Majrūr.
|
مُّقِيتًا
(Muqītan)
|
Khabar
Kāna
|
Manṣūb dengan
fatḥah. Artinya: "Maha Kuasa / Maha Memberi Makan / Maha
Menjaga."
|
🔑
Poin
Utama I'rāb Ayat
Maf'ul
Mutlaq (شَفَاعَةً): Penggunaan Maf'ul
Mutlaq di
sini bukan sekadar pelengkap, tapi berfungsi
untuk Tanwi' (pembagian
jenis). Allah ingin menegaskan bahwa syafa'at itu ada dua jenis
yang kontras: Ḥasanatan dan Sayyi'atan.
Perbedaan
Kata "Naṣīb" dan "Kifl": Meskipun
keduanya berarti "bagian", Al-Qur'an membedakan
penggunaannya secara halus:
نَصِيبٌ
(Naṣīb): Bagian
yang menyenangkan, keberuntungan, atau saham. Digunakan
untuk syafa'at
baik.
كِفْلٌ
(Kifl): Bagian
yang sama persis (setara), beban, atau tanggungan. Biasanya
digunakan untuk syafa'at
buruk (dosa).
Ini menunjukkan keadilan Allah; dosa yang didapat sesuai dengan
kadar kerusakannya, sementara pahala (nasib) bisa berlipat ganda.
Makna
Kata "Muqītan" (مُّقِيتًا): Ini
adalah satu-satunya tempat dalam Al-Qur'an di mana Allah
menggunakan nama Al-Muqīt.
Secara
bahasa, berasal dari Qūt (makanan pokok).
Maknanya: Zat yang memberi asupan/kemampuan pada setiap makhluk.
Secara
I'rab (konteks ayat): Ia adalah Khabar Kāna. Para
mufassir menafsirkan Muqītan di sini
sebagai Muqtadiran (Maha Kuasa menetapkan
kadar/ukuran) dan Ḥafīẓan (Maha Menjaga).
Allah berkuasa menetapkan berapa persen "saham" dosa
atau pahala yang didapat seseorang dari perbuatannya.
Ism
Syarat "Man" (مَّن): Kata Man (siapa
saja) memberikan makna Umum
(Syumul).
Aturan ini berlaku universal, baik untuk pemimpin, rakyat biasa,
urusan politik, bisnis, maupun sosial. Siapa saja yang menjadi
perantara (calo/penolong), ia terkena hukum ayat ini.